Cerdas Mengelola Kesuksesan

      Benar kita terlahir untuk sukses? Pada prinsipnya, kesuksesan sudah kita peroleh saat kita belum mebgenal dunia sekalipun. Mari kita tengok sejarah hidup setiap jiwa saat bertempur mengalahkan jutaan sel sperma. Dari sekian banyak sel sperma yang berjuang, benar kan kita satu-satunya sel sperma yang berhasil menjadi manusia alias pemenang? Entah diantara kita nanti ada yang menjadi dokter, jurnalis, pilot, karyawan, buruh, pegawai atau petani pada asalnya semuanya pernah merasakan sukses 'bertempur' dan menjadi pemenang.
        Namun, seringkali kita melupakan kesuksesan-kesuksesan besar pada masa awal kehidupan. Pikiran kita selalu melihat kesuksesan-kesuksesan berbau dunia sehingga meninggalkan inti dari sebuah kesuksesan yaitu rasa syukur. Padahal jika kita mau sedikit mengerti sedikit hidup, tentu kita akan sangat bersyukur karena telah memperoleh banyak kesuksesan-kesuksesan "besar". Sebagai contoh, semua diantara kita pernah sukses belajar berjalan. Jika kita gagal , mungkin saat ini kita tak pernah mengenal kata lari ataupun berdiri. Itu kesuksesan "besar"  yang seringkali lolos dari benak kita. Terus coba deh direnungi. Bisa tumbuh sebesar ini bukankah merupakan kesuksesan? Coba pergi ke kuburan. Adakah diantara mereka yang sudah dijemput ajal sebelum menginjak usia seperti kita? Walaupun tak banyak, tapi mungkin ada.
        Begitulah, sejatinya sifat-sifat sukses telah melekat dalam diri setiap kita. Tinggal kemudian melanjutkannya atau tetap berjalan linear saja. Tentu, untuk meraih sukses yang lebih baik perlu usaha yang lebih besar. Tak cukup menjalani hidup dengan biasa-biasa saja. Kalau mau sukses, ya harus bekerja dan berusaha keras dong....

UKURAN SUKSES
         Seringkali tipuan syetan menyebabkan diri hanya mengukur kesuksesan dunia dengan satu kaca mata yaitu untung dan rugi. Seseornag dikatakan sukses jika mendapat keuntungan dunia dan dikatakan rugi jika tak memperoleh keuntungan dunia alias miskin. Padahal ukuran kesuksesan sejati tidak sesederhana itu. Logika sederhananya begini. Apa orang kaya pasti masuk surga dan orang miskin pasti masuk neraka? atau anak orang kaya pasti ranking 1 dan anak orang miskin pasti ranking paling boncot? Semua pasti menjawab "tidak".

         Kesuksesan sesunggguhnya baru kita ketahui saat kita bertemu dengan Dzat Allah swt. Buah dari kesuksesan itu adalah neraka. Selain itu, kesuksesan-kesuksesan yang ada di dunia ini hanyalah pelengkap hidup bak baju yang bisa kita pakai dan lepas semau kita. Jadi, merugilah mereka yang mengukur dunia sebagai tolak ukur kesuksesan dan menjadikannya sebagai tujuan utama.
         Lalu salahkah jika mengejar kesuksesan dunia? Tak sepenuhnya salah karena kesuksesan dunia bisa menjadi ladang amal kesuksesan dunia bisa menjadi ladang amal kesuksesan akhirat. Dengan sukses dunia pun, dakwah ini bisa lebih berkembang. Ilustrasi sederhananya begini, anak yang memiliki prestasi di kelas tentu akan lebih mudah menyampaikan dakwah kepada teman-teman dan guru dibanding anak yang ranking paling boncot di kelas. Perkataan sang juara akan lebih di dengar daripada perkataan sang pecundang meskipun inti dan bahasa yang digunakan sama persis. Karena itulah, Rasulullah saw selalu menjadi orang paling berprestasi dalam setiap kebaikan. Mulai dari kejujuran hingga kecerdasan intelektual, beliau saw adalah orang yang paling berprestasi. Tak mengherankan jika saat beliau menyampaikan dakwah banyak orang yang kemudian mengikuti ajarannya.

SUKSES, HARUS DIKELOLA
        Ada sukses yang bersifat naluriah dan ada sukses yang memang harus diusahakan. Sukses naluriah biasanya sudah menjadi bawaan manusia sejak lahir. Kesuksesan seperti ini bersifat umum karena setiap manusia memiliki potensi untuk meraihnya kecuali jika ada faktor-faktor tertentu yang menjadi sebab kesuksesan ini tidak hadir. Sebagai contoh adalah kesuksesan seseorang untuk tetap berada pada fitrah ke-Islaman. Secara naluriah, seseorang lahir dalam keadaan suci sebagai muslim. Namun kemudian faktor lingkungan dan orang tuanyalah yang menyebabkan seseorang tidak pada kondisi sukses karena berpindah kepada keimanan lain.
       Adapun sukses yang kedua adalah sukses yang memang harus diusahakan. Sukses seperti ini harus dikelola sedemikian rupa agar tidak melenceng dari tujuan hidup yaitu beribadah kepada Allah swt. Sukses yang harus diusahakan meliputi kesuksesan dunia dan kesuksesan akhirat. Kesuksesan dunia meliputi kenikmatan duniawi dan teman-temannya. Selama kenikmatan tersebut tidak diharamkan agama, sah-sah saja jika seseorang berusaha untuk meraihnya. Karena itulah, seseorang yang memperdalam agama bukan berarti dia melupakan dunia dan isinya. Ia juga tak melalaikan tugas untuk belajar dan bekerja sehingga memperoleh prestasi terbaik di bidangnya. Konkritnya, pelajar yang baik tidak akan menjadikan alasan beribadah dan mengaji sebagai sebab ia selalu mengantuk di kelas. Justru ia justru menjadi lebih pandai setelah tekun mengaji dan beribadah.
        Nah, berkaian dengan sukses ukhrowi, hasilnya baru dilihat ketika Hari Pembalasan datang. Setiap dari kita akan merasakan balasan dari kesuksesan itu. Sekarang terserah kita, mau pilih sukses yang mana....

                                                                             

0 komentar:

Posting Komentar